Wednesday, April 17, 2013



MAKALAH ILMU POLITIK : NEW SOCIAL MOVEMENT

BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Setiap orang mempunyai hak untuk menggabungkan diri dengan orang lain menjadi satu kelompok. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang berbunyi keberadaan kelompok ini mempunyai tujuan yaitu untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk lebih menguntungkan mereka. Kelompok ini membangun kekuatan yang besar dan ikut serta dalam partisipasi sosial demi terwujudnya tujuan seperti apa yang mereka harapkan. Sehingga kelompok ini dinamakan kelompok kepentingan.
Setiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam partisipasi politik. Namun keberadaannya sangatlah berpengaruh kecil terhadap jalannya pemerintahan, terutama di negara-negara yang penduduknya berjumlah besar. melalui menggabungkan diri dengan orang lain menjadi satu kelompok, diharapkan tuntuntan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah. Sesuai dengan tujuan dari kelompok ini yaitu untuk memengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi gerakan sosial (social movement). Gerakan ini merupakan bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Dasar dari kelompok ini adalah “protes”. Mereka sangat kritis terhadap cara-cara berpolitik dari para politisi dan pejabat. Karena beragamnya kelompok-kelompok kepentingan ini, Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell membagi kelompok kepentingan dalam empat kategori, yaitu: kelompok anomi, kelompok nonasosiasional, kelompok institusional, dan kelompok asosional.
Maka dari itu, kami tertarik untuk membahas tentang Partisipasai Politik Mengenai New Social Movement (MSN) dan kelompok-kelompok kepentingan. Karena hal ini sangat penting untuk kami bahas, untuk mengetahui lebih mendalam mengenai paritisipasi warga negara khususnnya kelompok kepentingan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka m,asalah-masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan New Social movement?
2.      Bagaimanakah partisipasi politik dengan New Social Movement?
3.      Bagaimana gerakan sosial baru di Indonesia?

1.3 Tujuan
Nerdasarkan Rumusan Masalah Diatas maka Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan new social movement.
2.      Mengetahui partisipasi politik dengan new social movement.
3.      Mengetahui tentang gerakan sosial baru di Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sejarah Gerakan Sosial
Berbicara tentang gerakan sosial ( Social Movement ) maka tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kapitalisme dunia, karena pada umumnya gerakan sosial lahir untuk merespon akan diskursus kapitalisme. Dan walaupun gerakan sosial merupakan gejala yang baru dalam ilmu sosial, namum gerakan sosial sudah ada sejak lama yaitu mulai abad 18, yaitu pada saat gereja Methodis di Amerika dan Inggris menjadi sebuah bentuk gerakan sosial yang berbasis Agama.
Di abad 19 terdapat gerakan sosial Internasional (The International Socialist Movement ) yang tumbuh dan berkembang di berbagai tempat di Eropa juga di anggap sebagai gerakan sosial. Dan pada abad ke 20 juga terdapat gerakan hak-hak sipil di Eropa dan Amerika yang menentukan sejarah panjang diskriminasi rasial di negeri tersebut. Di tahun 1970 an gerakan anti perang dan gerakan anti kemapanan yang menggunjang kehidupan Amerika juga dianggap sebagai inspirasi dari gerakan sosial.
Gerakan sosial (social movement) merupakan fenomena partisipasi sosial (masyarakat) dalam hubungannya dengan entitas-entitas eksternal. Istilah ini memiliki beberapa definisi, namun secara umum dapat dilihat sebagai instrumen hubungan kekuasaan antara masyarakat dan entitas yang lebih berkuasa (powerful). Masyarakat cenderung memiliki kekuatan yang relatif lemah (powerless) dibandingkan entitas-entitas yang dominan, seperti negara atau swasta (bisnis).  Gerakan sosial menjadi instrumen yang efisien dalam menyuarakan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain gerakan sosial merupakan pengeras suara masyarakat sehingga kepentingan dan keinginan mereka terdengar.
Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan kata lain gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkannya atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Biasanya gerakan sosial seperti itu mengambil bentuk dalam aksi protes atau unjuk rasa di tempat kejadian atau di depan gedung dewan perwakilan rakyat atau gedung pemerintah. Setelah Mei 1998, gerakan sosial semakin marak dan ketidakadilan atau ketidakpuasan yang muncul jauh sebelum 1998 dibongkar untuk dicari penyelesaiannya. Situasi itu menunjukkan bahwa dimana sistem politik semakin terbuka dan demokratis maka peluang lahirnya gerakan sosial sangat terbuka.
Berbagai gerakan sosial dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan Parpol yang kemudian menjamur memberikan indikasi bahwa memang dalam suasana demokratis maka masyarakat memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau struktur yang cacat. Dari kasus itu dapat kita ambil semacam kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah.

2.1.2 Ciri-Ciri gerakan Sosial
Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat.Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun di tubuh pemerintah menjadi sorotannya. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi maka gerakan sosial yang sifatnya menuntut perubahan insitusi, pejabat atau kebijakan akan berakhir dengan terpenuhinya permintaan gerakan sosial. Sebaliknya jika gerakan sosial itu bernafaskan ideologi, maka tak terbatas pada perubahan institusional tapi lebih jauh dari itu yakni perubahan yang mendasar berupa perbaikan dalam pemikiran dan kebijakan dasar pemerintah. Adapun ciri-ciri gerakan menurut beberapa ahli yaitu:
1.   Bruce J Cohen (1992) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Gerakan kelompok
2.      Terorganisir (struktur, personalia, jaringan, mekanisme kerja, dukungan modal/alat, dll)
3.      Memiliki rencana, sasaran, dan metode
4.      Memiliki ideologi
5.      Merubah atau mempertahankan
6.      Memiliki usia jauh lebih panjang
2.   Kamanto Sunarto (2004) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Perilaku kolektif
2.      Kepentingan bersama
3.      Mengubah ataupun mempertahankan masyarakat atau  institusi yang ada di dalamnya.
4.      Tujuan jangka panjang
5.      Penggunaan cara di luar institusi (mogok makan, pawai, demo, konfrontasi, dll)
3.   James W. Vander Zanden (1990) dan Rafael Raga Maran (2001) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Upaya terorganisir yang
2.      Dilakukan sekelompok orang
3.      Menimbulkan perubahan/menentangnya
4.      Aktif atau tidak pasif menata perubahan
4.   Kartasapoetra dan Kreimers (1987) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Kegiatan kolektif
2.      Berusaha mengadakan orde kehidupan baru.
3.      Memiliki kendali dan bentuk
4.      Memiliki kebiasaan atau nilai sosial
5.      Memiliki kepemimpinan dan tenaga kerja
*5. Robert Mirsel (2004) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Memiliki seperangkat keyakinan dan tindakan tak terlembaga (noninstitutionalised)
2.      Dilakukan sekelompok orang
3.      Memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu masyarakat.
4.      Mereka cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah di dalam suatu masyarakat.
6.   Laode Ida (2003) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.      Ada upaya kolektif melakukan perubahan
2.      Adanya organisasi sebagai wadah gerakan
3.      Gerakan tersebut melembaga serta memiliki gagasan alternatif perubahan
4.      Aktivitas dan gerakannya terus-menerus
5.      Memiliki identitas kolektif sebagai ciri
6.      Serta kehadirannya menjadi tantangan bagi pihak lain (pemerintah, institusi manca negara, dll).
7.      Gerakan dilakukan sekelompok orang
8.      Memiliki visi, misi, tujuan, ide, nilai sosial politik
9.      Mempertahankan, merubah, merebut, mengontrol, dan menjalankan kehidupan sosial politik
10. Dilakukan secara sistematis dan terorganisir
11. Memiliki identitas kolektif dan alternatif perubahan

2.1.3 Tahapan-tahapan Gerakan Sosial
Smelser [1962] mengungkapkan, ada empat komponen dasar dari tindakan sosial (social action), yaitu:
(1)  Tujuan-tujuan yang bersifat umum (generalized ends) atau nilai-nilai (values), yang memberikan arahan yang paling luas terhadap perilaku sosial dengan tujuan tertentu (purposive social behavior);
(2)  Ketentuan-ketentuan regulatif yang mengatur upaya-upaya pencapaian tujuan tersebut, yakni aturan-aturan yang terdapat dalam norma (norms);
(3)  Mobilisasi energi individual untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dalam kerangka normatif. Jika yang kita anggap sebagai aktor adalah individu, kita menanyakan bagaimana ia termotivasi; dan jika kita melihat dalam tingkatan sistem sosial, kita menanyakan bagaimana individu-individu yang termotivasi ini diorganisasikan dalam peran-peran dan organisasi-organisasi;
(4)  Fasilitas situasional yang tersedia, di mana para aktor menggunakannya sebagai sarana. Fasilitas ini termasuk pengetahuan tentang lingkungan, perkiraan konsekuensi dari tindakan, perangkat dan keterampilan.
Komponen paling umum dari tindakan sosial terletak dalam sistem nilai. Komponen ini begitu umum sehingga tidak punya spesifikasi norma, organisasi, atau fasilitas tertentu untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Nilai itu, misalnya, demokrasi, yang secara umum menjadi ideologi gerakan mahasiswa 1998. Meskipun ada elemen-elemen yang sama dalam definisi demokrasi di berbagai negara seperti sistem representasi, kekuasaan mayoritas, dan sebagainya, nilai ini tidak memberikan pengaturan institusional yang persis.
Norma bersifat lebih spesifik ketimbang nilai. Norma bisa bersifat formal, seperti ditemukan dalam peraturan hukum, bisa juga informal. Namun nilai dan norma saja belum menentukan bentuk organisasi tindakan manusia, seperti: siapa yang menjadi pelaksana upaya pencapaian tujuan ini, bagaimana tindakan-tindakan para pelaksana ini distrukturkan dalam peran dan organisasi, semacam: gerakan mahasiswa, pers mahasiswa, dan sebagainya. Mobilisasi motivasi ke dalam tindakan terorganisasi adalah komponen ketiga untuk mewujudkan tujuan nilai dan norma tadi
Komponen terakhir adalah fasilitas situasional. Ini bisa berupa sarana yang mendukung, bisa juga hambatan yang mempersulit pencapaian tujuan konkret dalam konteks peran dan organisasi. Komponen terakhir ini mengacu ke pengetahuan seorang aktor tentang peluang dan keterbatasan lingkungan, dan dalam sejumlah kasus, tentang pengetahuan terhadap kemampuannya sendiri dalam mempengaruhi lingkungan.  Pengetahuan ini bersifat relatif, bagi kemungkinan pencapaian tujuan yang menjadi bagian dari keanggotaannya pada suatu peran atau organisasi.
            Berbagai teori sebelumnya telah menunjukkan adanya kondisi-kondisi sosial, yang mengarah ke munculnya gerakan sosial. Namun ini barulah tahapan paling dini yang dilalui suatu gerakan sosial dalam periode waktu tertentu. Menurut Farley [1992], gerakan sosial kemudian melalui tahap organisasi, disusul birokratisasi atau institusionalisasi, dan akhirnya gerakan sosial cepat atau lambat akan mencapai periode surut (decline).
1.   Tahap Organisasi. Selama tahap organisasi, penekanan suatu gerakan sosial adalah pada mobilisasi orang, merekrut peserta baru, dan mencari perhatian media massa. Pada tahap ini, aksi demonstrasi, mendatangi DPR, boikot, dan sebagainya merupakan hal umum. Seringkali juga dilakukan upaya membangun koalisi dengan kelompok-kelompok lain terkait atau yang memiliki tujuan serupa. Membangun organisasi yang layak sangat krusial pada tahapan ini.
2.   Tahap Institusionalisasi. Ketika mencapai tahap ini, gerakan sosial telah melewati batas, dari posisinya sebagai “sesuatu yang di luar kelaziman” menjadi bagian yang diterima oleh pola politik, religius, atau budaya masyarakat. Kantor dan struktur birokratik diciptakan untuk menuntaskan tugas-tugas gerakan. Jika tujuan-tujuan gerakan secara meluas diterima dalam masyarakat, gerakan itu menjadi bagian yang biasa dari struktur sosial masyarakat. Risiko bagi setiap gerakan yang telah mencapai tahap ini adalah ia akan menjadi bagian dari struktur sosial yang pada awalnya ia tentang dan mengambil beberapa karakteristik dari struktur tersebut.
3.   Tahap Surut. Pada akhirnya, sebuah gerakan mungkin mengalami kemerosotan. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan: hilangnya seorang pemimpin kharismatis,  pertentangan internal, merosotnya dukungan, atau mungkin karena gerakan itu sudah mencapai sasaran dan tujuan, dan tidak berhasil mengembangkan tujuan-tujuan baru. Meskipun kemerosotan di sini disebutkan paling akhir, kemerosotan ini bisa terjadi di titik manapun dalam perkembangan sebuah gerakan sosial. Kecuali jika tahap ini bisa diatasi, tahap surut ini biasanya menandai berakhirnya sebuah gerakan sosial. Dalam sejumlah kasus, tahap surut ini bisa berbalik jadi kebangkitan lagi, ketika kondisi-kondisi sosial menjadi kondusif bagi babakan baru aktivitas gerakan.
            Horton dan Hunt [1993] merumuskan tahapan gerakan sosial sebagai berikut:
(1)  Tahap ketidaktenteraman, karena ketidakpastian dan ketidakpuasan semakin meningkat;
(2)  Tahap perangsangan, yakni ketika perasan ketidakpuasan sudah sedemikian besar, penyebab-penyebabnya sudah diidentifikasi, dan saran-saran tindak lanjut sudah diperdebatkan;
(3)  Tahap formalisasi, yakni ketika para pemimpin telah muncul, rencana telah disusun, para pendukung telah ditempa, dan organisasi serta taktik telah dimatangkan;
(4)  Tahap institusionalisasi, yakni ketika organisasi telah diambil alih dari para pemimpin terdahulu, birokrasi telah diperkuat, dan ideologi serta program telah diwujudkan. Tahap ini seringkali merupakan akhir kegiatan aktif dari gerakan sosial;
(5)  Tahap pembubaran (disolusi), yakni ketika gerakan itu berubah menjadi organisasi tetap atau justru mengalami pembubaran.
            Dalam kasus gerakan mahasiswa 1998, tahapan organisasi, institusionalisasi, dan surut ini sudah dilalui. Tahapan surut mulai terlihat sesudah Soeharto berhenti. Namun gerakan mahasiswa Indonesia tidak pernah benar-benar berhenti, seperti kebangkitan dan aksi perlawanan mahasiswa yang telah terjadi di bawah pemerintahan BJ Habibie, dan aksi-aksi sporadis di bawah pemerintahan KH Abdurrahman Wahid. Walaupun aksi-aksi mahasiswa itu tidak pernah mencapai puncak seperti periode Mei 1998.

2.1.4        Fungsi Gerakan Sosial
Perubahan-perubahan besar dalam tatanan sosial di dunia yang muncul dalam dua abad terakhir sebagian besar secara langsung atau tak langsung hasil dari gerakan-gerakan sosial. Meskipun misalnya gerakan sosial itu tidak mencapai tujuannya, sebagian dari programnya diterima dan digabungkan kedalam tatanan sosial yang sudah berubah. Inilah fungsi utama atau yang manifest dari gerakan-gerakan sosial. Saat gerakan sosial tumbuh, fungsi-fungsi sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai berikut:
1. Gerakan Sosial memberikan sumbangsih kedalam pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam opini publik yang dominan.
2. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang aka menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi negarawan penting. Gerakan-gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin negaranya.
Para pemimpin buruh dan gerakan lainnya bahkan sekalipun mereka tidak memegang jabatan pemerintah juga menjadi elit politik di banyak negara. Kenyataan ini banyak diakui oleh sejumlah kepala pemerintahan yang memberikan penghargaan kepada para pemimpin gerakan sosial dan berkonsultasi dengan mereka dalam isu-isu politik. Saat dua fungsi ini mencapai titik dimana gerakan sesudah mengubah atau memodifikasi tatanan sosial, menjadi bagian dari tatanan itu maka siklus hidup gerakan sosial akan berakhir karena melembaga.
2.2.5        Faktor Penyebab Gerakan Sosial
Faktor apakah yang menyebabkan munculnya gerakan sosial? Mengapa orang melibatkan diri kepada perilaku kolektif yang bertujuan mempertahankan ataupun mengubah masyarakat? Dalam ilmu-ilmu sosial dapat dijumpai berbagai penjelasan, baik bersifat psikologis maupun bersifat sosiologis. Penjelasan yang sering dikemukakan mengaitkan gerakan sosial dengan deprivasi ekonomi dan sosial.
Menurut penjelasan ini orang melibatkan diri dalam gerakan sosial karena menderita deprivasi (kehilangan, kekurangan, penderitaan), misalnya di bidang ekonomi (seperti hilangnya peluang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya: pangan, sandang, papan). Para penganut penjelasan ini menunjuk pada fakta bahwa gerakan sosial dalam sejarah didahului deprivasi yang disebabkan oleh sosial seperti kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok.
Beberapa ahli sosiologi, misalnya James Davies, kurang sependapat dengan penjelasan deprivasi semata-mata. Mereka menunjuk pada fakta bahwa gerakan sosial sering muncul justru pada saat masyarakat menikmati kemajuan dibidang ekonomi. Oleh sebab itu dirumuskanlah penjelasan yang memakai konsep deprivasi sosial relatif.  James Davies mengemukakan bahwa meskipun tingkat kepuasan masyarakat meningkat terus, namun mungkn saja terjadi kesenjangan antara harapan masyarakat dengan keadaan nyata yang dihadapi kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan yuang diinginkan masyarakat dengan apa yang diperoleh secara nyata.
Kesenjangan ini dinamakan deprivasi sosial relatif. Apabila kesenjangan sosial relatif ini semakin melebar sehingga melewati batas toleransi masyarakat, misalnya karena pertumbuhan ekonomi dan sosial diikuti dengan kemacetan bahkan kemunduran mendadak maka, menurut teori Davies revolusi akan tercetus. Sejumlah ahli sosiologi lain berpendapat bahwa deprivasi tidak dengan sendirinya akan mengakibatkan terjadinya gerakan sosial.
 Menurut mereka perubahan sosial memerlukan pengerahan sumber daya manusia maupun alam (resource mobilization). Tanpa adanya pergerakan sumber daya suatu gerakan sosial tidak akan terjadi, meskipun tingkat deprivasi tinggi. Keberhasilan suatu gerakansosial bergantung, menurut pandangan ini, padasosial manusia seperti kepemimpinan, organisasi dan keterlibatan, serta sosial sumber daya lain seperti dana dan sarana. Deprivasi yang dialami oleh masyarakat kita pada tahun 1966 tingkat inflasi tinggi yang dampaknya terasa pada harga kebutuhan pokok, ketidakmampuan terhadap klebijaksanaan politik dalam negeri kepemimpinan nasional setelah peristiwa percobaaqn kudeta  “Gerakan 30 September”.
Menurut teori ini tidak akan menghasilkan gerakansosial berupa kebangkitan “Angkatan 1966” apabiula ditunjang dengan pengerahan sumber daya kepemimpinan, organisasi dab keterlibatan mahasiswa dan pelajar, dukungan moral dan materiel kekuatan dalam TNI, dukungan berbagai kalangan masyarakat, dan peliputan oleh media massa dalam negeri dan luar negeri









2.2      Pembahasan
2.2.1        Pengertian New Social Movement
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang disertai program. Secara teoritis Gerakan Sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat. Karena gerakan sosial lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun ditubuh pemerintah menjadi sorotannya. Dari literatur defenisi tentang gerakan sosial, adapula yang mengartikan gerakan sosial sebagai sebuah gerakan yang anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu muncul dari masyarakat tapi bisa juga hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau penguasa.

Gerakan Sosial Menurut Para Ahli
A.    Jurgen Habermas, menyatakan bahwa Gerakan Sosial hubungan defensive individu- individu untuk melindungi ruang publik dan private mereka dengan melawan serbuan dari sistem negara dan pasar.
B.     Charles Tilly,menyatakan bahwa gerakan sosial atau social movement adalah  sebagai sebuah tindakan/performance yang berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan/displays dan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang biasa  dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap yang lain.
C.     T.Tarrow dalam bukunya power in Movement (1994) berpendapat bahwa social movement  adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui interaksi secara terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya, dan pejabat-pejabat.
D.    Anthony Giddens menyatakan Gerakan Sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (action collective) diluar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Sedangkan Mansoer Fakih menyatakan bahwa Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial
E.      Herbert Blumer merumuskan Gerakan Sosial sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan atau gagasan.
F.       Robert Misel dalam bukunya yang berjudul Teori Pergerakan Sosial mendefenisikan Gerakan Sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan dalam masyarakat.

Berdasarkan sumber lain, ada juga yang mendiskripsikan gerakan sosial terbut menjadi beberapa tipologi, di antaranya adalah:
1.      Scope/Berdasarkan cakupannya
a.       Reform Movement/ Gerakan reformasi
b.      Radical Movement/ Gerakan radikal
2.      Type of Change/Berdasarkan Jenis Perubahnnya
a.       Innovation Movement/ Gerakan inovasi
b.      Conservative Movement/ Gerakan konservatif
3.      Targets/Berdasarkan Targetnya
a.       Group Focused Movement/ Gerakan yang terfokus pada kelompok
b.      Individual Focused Movement/ Gerakan yang terfokus pada individu
4.      Methods of Work/Berdasarkan Metode Kerjanya
a.       Peaceful Movement/ Gerakan damai
b.      Violent Movement/ Gerakan kekerasan
c.       Terrorist Movement/ Gerakan teror
5.      Old and New Movement /Gerakan Lama dan Baru Gerakan
6.      Range/Berdasarkan Ruang Lingkupnya
a.       Global Movement/Gerakan gkobal
b.      Local Movement/Gerakan lokal
c.       Multilevel Movement/Gerakan yang bersifat multi level



Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah. Karena system kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan dan representasi masyarakat kontemporer itu sendiri.
Gerakan sosial baru menaruh konsepsi idiologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru mengubah paradigma marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah kelas dan konflik kelas.Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan gerakan yang non kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena gerakan social baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan organisasi serikat buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan politik akar rumput, aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik, struktur gerakan sosial baru didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan , kehendak dan orientasi heterogenitas basis sosial mereka.
Gerakan sosial baru pada umumnya merespon isu-isu yang bersumber dari masyarakat sipil, dan membidik domain sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian atau negara, dan membangkitkan isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif.
Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri dalam empat pengertian yaitu,
(a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu
(b)  aktornya berjuang untuk otonomi, pluralitas
(c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman   masa lalu, untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran,
(d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar.

Dengan demikian tujuan dari gerakan sosial baru adalah untuk menata kembali relasi negara, masyarakat dan perekonomian dan untuk menciptakan ruang publik yang di dalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual.

2.2.2 Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok-Kelompok Kepentingan
Kelompok ini muncul karena salah satu sebab, orang mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam pemilu) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara yang penduduknya berjumlah besar. Melalui kegiatan menggabungkan diri dengan orang lain menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Gerakan ini merupakan bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai bersama.
Kelompok kepentingan muncul pertama kali pada awal abad ke-19. Organisasi internal lebih longgar dibanding dengan parpol. Pada 1960-an timbul fenomena baru, sebagai lanjutan dari generasi sosial lama, yaitu Gerakan Sosial Baru. Gerakan sosial Baru ini berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis, terutama dengan timbulnya pergolakan di negara-negara Eropa Timur yang ingin melepaskan diri dari otorianisme menuju demokrasi. Tujuannya meningkatkan kualitas hidup. Salah satu caranya ialah dengan mendirikan berbagai kelompok yang peduli pada masalah baru. Beragam kelompok dengan beragam kepentingan biasanya bekerja sama. Masing-masing kelompok bekerja sama dengan kelompok lain yang kira-kira sama orientasinya. Jaringan kerja sangat luas, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri berkat proses globalisasi.
Sesudah memelajari berbagai analisis mengenai NSM, Enrique Larana, Hank Johnston, dan Joseph R. Gusfield (1994) samapi pada suatu kesimpulan yang diutarakan secara singkat di bawah ini.
1. Basis NSM bersifat lintas kelas sosial. Latar belakang status sosial peserta yang tersebar seperti golongan muda, gender, dan mereka yang memunyai perbedaan orientasi seksualitas.
2. Karakteristik sosial mereka sangat berbeda dari ciri gerakan buruh, maupun dengan konsepsi Marxis bahwa ideologi merupakan unsur yang memersatukan. Mereka menganut pluralisme dalam ide dan nilai, berorientasi pragmatis dan memerjuangkan partisipasi dalam proses membuat keputusan.
3. Dalam kehidupan sehari-hari, NSM menumbuhkan dimensi identitas baik NSM yang baru maupun yang sebelumnya lemah; sifatnya lebih memerhatikan masalah identitas daripada masalah bidang ekonomi.
4. Hubungan antara individu dan kolektivitas kabur. Gerakan-gerakan ini lebih sering dilaksanakan dengan kegiatan individual dibanding melalui kelompok termobilisasi.
5. NSM sering menyangkut hal-hal yang sifatnya pribadi seperti aborsi, antimerokok, dan pengobatan alternatif.
6. Taktik mobilisasi yang tidak dipakai oleh NSM ialah melalui antikekerasan dan ketidakpatuhan, hal yang jauh berbeda dengan taktik yang dipakai gerakan buruh tradisional.
7. Berkembangnya kelompok NSM dipicu antara kain oleh timbulnya krisis kepercayaan terhadap sarana partisipasi politik, terutama perilaku partai masaa tradisional.
8. Berbeda dengan birokrasi dari partai-partai tradisional, kelommpok NSM cenderung tersegmentasi, tersebar luas tanpa fokus, dan tidak sentralitis.
Beberapa Jenis Kelompok
♦ Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak memunyai organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat merasa memunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun tidak terorganisir dengan rapih, dapat saja kelompok ini secara spontan mengadakan aksi massal jika tiba-tiba timbul frustasi dan kekecewaan mengenai sesuatu masalah. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol, yang kadang berkahir dengan kekerasan.
♦ Kelompok Nonasosiasional
Tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan perkerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik dan tidak memunyai organisasi ketat, walaupun lebih memunyai ikatan daripada kelompok anomi.
♦ Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer.
♦ Kelompok Asosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi ini dibentuk dengan sautu tujuan eksplisit, memunyai organisasi yang baik dengan staf yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif daripada kelompok lain. Contoh : KADIN, IDI.
♦ Lembaga Swadaya Masyarakat
Sejak Indonesia merdeka, kehadiran LSN pertama kali tejadi pada 1957 dengan berdirinya PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia). Lembaga yang pada akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pembinaan keluarga yang sehat sebagai fokus kegiatannya.
Menjelang 1960-an, lahir juga LSM-LSM baru. Pada masa ini muncul kesadaran bahwa kemiskinan dan masalah yang berkaitan dengan itu tak dapat hanya diatasi dengan menyediakan obat-obatan, bahan pangan, dan sejenisnya. Sebaliknya, perbaikan taraf hidup masyarakat miskin harus dilakukan dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi masalah. Keadaan mulai menjadi lebih kondusif bagi LSM dan keormasan pada masa setelah jatuhnya Presiden Soeharto atau yang lebih dikenal dengan masa Reformasi. LSM dan organisasi-organisasi sejenis bermunculan, dan harapan bahwa pranta-pranata sosial akan berkembang lagi mulai muncul.Dengan mendasarkan pada analisa Hope dan Timel yang kemudian dilengkapi dengan pemikiran Eldridge dan Othari serta analisis ideologi-ideologi utama dunia oleh Baradat, Roem Topatimasang mengemukakan bahwa dilihat dari sudut orientasi, LSM di Indonesia dapat dibagi dalam lima kelompok paradigma. Kelompok pertama, kesejahteraan melihat bahwa sebab-sebab kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat adalah kekuatan yang berada di luar kendali manusia. Kelompok kedua, yaitu LSM penganut paradigma moderenisasi. LSM ini memandang bahwa keterbelakangan, termasuk kemiskinan, disebabkan oleh rendahnya pendidikan, penghasilan, keterampilan dan juga kesehatran. Kelompok ketiga adalah yang berparadigma reformasi. LSM kelompok ini berkeyakinan bahwa sumber dari masalah-masalah sosial adalah lemahnya pendidikan, korupsi, mismanajemen, dan inefesiensi. Jenis LSM keempat adalah kelompok LSM berparadigma liberasi atau pembebasan. LSM kategori ini berpandangan bahwa penyebab segala keterbelakangan, termasuk kemiskinan adalah penindasan, pengisapan, atau bentuk “penindasan”. Gaya kerjanya biasanya populis, militan , kerja tim, dan berdisiplin ketat.
Kelima adalah LSM pemeluk paradigma transformasi. LSM ini menganggap bahwa sumber keterbelakangan dan kemiskinan adalah ketidakadilan tatanan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu mereka sangat berkeinginan menciptakan tatanan baru yang lebih adil. Kegiatannya biasanya dilakukan memalui penyandaran politik, pengorganisaian rakyat, mobilasis aksi, dan membangun jaringan advokasi.
2.2.3 Gerakan Sosial Baru di Indonesia
            Identifikasi atas gerakan sosial baru secara wacana sudah mulai marak diperbincangkan oleh kelompok-kelompok aktivis mahasiswa dan LSM. Tetapi prinsip-prinsipnya belum dapat dilakukan secara menyeluruh karena pengaruh ideologi dominan dan struktur kekuasaan. Aksi gerakan sosial baru harus dimulai dari hulu kebijakan hingga ke hilir eksekusi kebijakan. Tahap gerakan ini tidak bersifat reaksioner tetapi mampu mengkonsolidasikan diri dengan kekuatan-kekuatan egaliter lainnya demi melahirkan gerakan yang universal dan terarah.            

o   Mahasiswa sebagai entitas masyarakat yang berperan sebagai kontrol pembangunan, tidak hanya berada pada posisi sebagai pemakai teori semata, artikulasi dari fraksis gerakan intelektual, jika mengacu kepada gagasan Antonio Gramsci, haruslah bermodal sebagai intelektual organik yang tidak sekedar menulis melainkan juga melakukan peran pengorganisasian. Bentuk keberadaan intelektual organik tidak bisa lagi terdapat pada kefasihan berbicara, namun berpartisipasi aktif dalam kehidupan praktis (Roger Simon, 1999). Manifestasi intelektual organik ini yang akan menempatkannya dalam ikatan politik serta emosional dengan massa. Di tengah penindasan struktur semacam ini, apalagi dengan banyaknya cendekiawan yang 'melacurkan' diri dalam struktur kekuasaan dan modal, kehadiran intelektual organik merupakan jawaban taktis. Keberadaan intelektual organik diharapkan membentuk kesadaran kritis massa; karenanya seorang intelektual organik mengambil fungsi progresif, fungsi yang menumbuhkan kesadaran massa pada tatanan serta struktur yang timpang. Lewat intelektual organik, kesadaran akan didekatkan pada spirit oposisi ketimbang menjadi elemen kekuasaan.

o   Fungsi sebagai intelektual organik sangat memugkinkan dalam konteks ke-Indonesiaan. Fakta kezaliman penguasa yang absolut dan anti kritik yang mewabah dalam sistem

















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gerakan sosial (social movement) merupakan fenomena partisipasi sosial (masyarakat) dalam hubungannya dengan entitas-entitas eksternal. Istilah ini memiliki beberapa definisi, namun secara umum dapat dilihat sebagai instrumen hubungan kekuasaan antara masyarakat dan entitas yang lebih berkuasa (powerful). Masyarakat cenderung memiliki kekuatan yang relatif lemah (powerless) dibandingkan entitas-entitas yang dominan, seperti negara atau swasta (bisnis).  Gerakan sosial menjadi instrumen yang efisien dalam menyuarakan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain gerakan sosial merupakan pengeras suara masyarakat sehingga kepentingan dan keinginan mereka terdengar.
Beberapa jenis kelompok :
1. kelompok Anomi
2. kelompok Nonasosiasional
3. kelompok Institusional
4. kelompok Asosiasional
5. Lembaga Swadaya Masyarakat.

3.2 Saran
1.      Dalam memilih gerakan sosial, hendaknya terlebih dahulu memahami tujuan yang dimiliki oleh gerakan sosial tersebut, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Mengingat banyak gerakan sosial yang hanya ingin menarik perhatian saja.
2.      Tidak semua kelompok sosial

DARFTA PUSTAKA

Poldi,Andi. 2012 Gerakan Sosial Menurut Para Ahli [Online] Tersedia : http://andipoldi.blogspot.com/2012/09/gerakan-sosial-menurut-para-ahli.html  [19 Maret 2013]
Abie. 2012 Gerakan Sosial Indonesia [Online] Tersedia:
[19 Maret 2013]
Ardi, Tomi. 2012 Mahasiswa Sebagai Gerakan Sosial Baru [Online] tersedia : http://arditomi.blogspot.com/2012/01/mahasiswa-sebagai-untuk-gerakan-sosial.html [19 Maret 2013]
Ryan. 2012 Gerakan Sosial [Online] Tersedia : http://riyanpgri.blogspot.com/ [19 Maret 2013]
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.


1 comment:

  1. Hollywood Casino Hotel - Casino in Japan 온카지노 온카지노 카지노 카지노 729Buy or sell my games for free. Get real money.

    ReplyDelete